“Kabar kepergian Gus Lik meninggalkan duka yang sangat mendalam bagi dunia pesantren dan umat Islam di Kediri khususnya. Beliau dikenal sebagai ulama kharismatik yang memiliki gaya nyentrik, dan selalu dielu-elukan oleh para jama’ahnya karena kepribadiannya yang santun, rendah hati dengan pembawaan model dakwahnya yang menyejukkan di hati”
Pada Jum’at (27/9/2024) mulai Pukul 16.00 WIB. sampai dengan selesai, Satlantas Polres Kediri Kota melakukan rekayasa pada wilayah jalan yang terdampak penutupan dan pengalihan arus lalu lintas dalam rangka penghormatan dan kirim do’a 7 hari meninggalnya Gus Lik (K.H Douglas Toha Yahya). Adapun penutupan jalan tersebut terjadi di Jalan Simpang 4 Baruna – Simpang 4 Gang Carik (LDII) – Simpang 4 Pegadaian(Setono Betek) – Simpang 4 BCA Joyoboyo. Sebagaimana himbauan Kasat Lantas Polres Kediri Kota AKP Afandy Dwi Takdir, S. T.K., S.I.K. kepada para pengguna jalan agar selalu hati-hati dalam berlalu lintas terutama pada titik – titik tersebut serta mematuhi rambu-rambu lalu lintas yang ada.
Sudah menjadi pengetahuan dan pengamalan kita bersama, membacakan surat yasin disambung dengan tahlilan adalah tradisi Islam di bumi Nusantara, khususnya warga Nahdliyin. Hal ini dilakukan untuk mengenang dan mendoakan orang yang telah meninggal dunia. Tradisi tersebut biasanya dilakukan pada malam pertama setelah seseorang meninggal dunia dan pada malam-malam selanjutnya, sampai hari ke-7. setelah itu, dilanjut hari ke-40, hari ke-100, dan hari ke-1000 setelah kematiannya. Atau lebih popularnya hal tersebut, di masyarakat kita disebut dengan istilah mitung ndino, matangpuluh, nyatus, dan nyewu.
Semuanya ini dilakukan untuk mendoakan orang yang telah meninggal dunia dengan harapan supaya mendapatkan Rahmat-Nya. Apalagi yang meninggal adalah ulama panutan warga Nahdliyin, yang alim, memiliki kharismatik, dan bergaya nyentrik tentunya masyarakat yang mendo’akan lebih banyak dari pada meninggalnya orang biasa pada umumnya.
Hal ini tergambarkan pada sosok Gus Lik, beliau meninggal dunia di RS Bhayangkara Kediri pada Sabtu, 21 September 2024, sekitar pukul 22.30 WIB. Kabar meninggalnya pengasuh Pondok Pesantren Assa’idiyyah, Jamsaren, Kota Kediri ini, pertama kali disampaikan oleh keluarga beliau. Melalui pesan media sosial yang kemudian tersebar secara berantai hingga para jama’ahnya yang jauh pun yang jauh berbondong-bondong hadir untuk memberi penghormatan terakhir. Bahkan dalam rekam jejaknya media sosial hingga Minggu (22/9) sore, nama Gus Lik masih menjadi trending topik dalam penelusuran Mbah Google. Hal tersebut dikarenakan banyak warganet yang penasaran dan mencoba mencari tahu sosok ulama kharismatik asal Kediri tersebut.
Menjadi suatu catatan akhir dalam tulisan ini adalah Sosok Gus Lik selalu dikenang oleh masyarakat kediri dan para jama’ahnya selama ini, sebab dalam penyampaian materi pengajiannya menggunakan pemilihan kalimat yang sederhana dan mudah dicernah oleh berbagai kalangan lapisan masyarakat. Hal ini beliau lakukan untuk membumikan uraian dari isinya kitab yang menjadi bahan rujukan pengajiannya. Lebih menariknya lagi tema yang beliau pilih berkaitan langsung dengan kehidupan masyarakat pada umumnya sehingga menciptakan suasasana yang ganyeng, menenangkan jiwa, membuat kangen dan terkesan tidak adanya jarak dengan jamaahnya. Dan satu lagi, beliau tidak pernah memasukkan unsur-unsur politik di dalam setiap pengajiannya. Ini yang menjadikan zimat atau magnet tersendi di setiap pengajian yang beliau gelar selalu didatangi para jama’ahnya khususnya dari luar kota kediri.
Al-Fatihah Buat Beliau……..
Dr. Heru siswanto, M.Pd.I
Dosen PAI-BSI (Pendidikan Agama Islam-Berbasis Studi Interdisipliner) Pascasarjana IAI Al-Khoziny Buduran Sidoarjo; Dosen PAI Terapan Politeknik Pelayaran Surabaya; Pengurus LTMNU PCNU Sidoarjo; Ketua LDNU MWCNU Krembung.