OPINI – Antrian panjang di Stasiun Pengisian Bahan bakar Umum (SPBU) merupakan pemandangan wajar sehari-hari saat ini. Pemerintah resmi menaikkan harga bahan bakar dari jenis pertalite dari Rp 7.650 menjadi Rp 10.000. Kenaikan yang tiba-tiba ini membuat masyarakat terhenyak.
Pihak pemerintah sendiri beralasan kenaikan harga ini akan diberikan kompensasi dengan pengalihan subsidi BBM menjadi Bantuan Langsung Tunai (BLT). Besaran nilai BLT ini berkisar antara 600 ribu rupiah untuk masyarakat berpenghasilan 3.5juta/bulan. Lantas muncul keresahan dimasyarakat, seberapa efektif kah pemberian BLT ini?
Alih-alih memikirkan solusi yang terbaik, pemerintah hanya terkesan memberikan solusi sementara dengan pemberian BLT ini. Saat ditemui penulis diarea SPBU Porong, Indra yang berprofesi sebagai seorang sopir mengatakan dalam nada sindirin bahwa sebelum ini saat membeli pertalite kesulitan menghitung jumlahnya karena harga pertalite ganjil Rp 7.650/liter, tapi sekarang harganya menjadi Rp 10.000/liter. Jadi lebih mudah dihitung kan.
Tahun 2022 kenaikan UMK rata-rata tidak sampai 1% dari UMK 2021 dengan alasan pandemi Covid-19. Kini masyarakat Indonesia terutama kaum buruh sedang menanti dengan resah. Akankah kenaikan UMK 2023 hanya 1% lagi ditengah semakin tingginya harga BBM. Mungkinkah BBM akan terus menjadi “Benar-benar Mahal”.