Daftar Isi
Khutbah Pertama
الحَمْدُ للهِ الْمَلِكِ الدَّيَّانِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ سَيِّدِ وَلَدِ عَدْنَانَ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَتَابِعِيْهِ عَلَى مَرِّ الزَّمَانِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ الْمُنَـزَّهُ عَنِ الْجِسْمِيَّةِ وَالْجِهَةِ وَالزَّمَانِ وَالْمَكَانِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ كَانَ خُلُقُهُ الْقُرْآنَ أَمَّا بَعْدُ، عِبَادَ الرَّحْمٰنِ، فَإنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ المَنَّانِ، الْقَائِلِ فِي كِتَابِهِ الْقُرْآنِ: ا هُوَ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ ذَلُولًا فَامْشُوا فِي مَنَاكِبِهَا وَكُلُوا مِنْ رِزْقِهِ وَإِلَيْهِ النُّشُورُ
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah.
Pada hari yang mulia ini, khatib menyeru kepada jamaah sekalian untuk senantiasa menjaga dan meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah dengan semaksimal mungkin, takwa dalam artian menjauhi segala larangan yang ditetapkan Allah subhânahu wa ta’âla dan menjalankan perintah-Nya. Karena dengan ketakwaan, setiap persoalan hidup yang kita alami akan ada jalan keluarnya dan akan ada pula rezeki yang datang kepada kita tanpa disangka-sangka,
sebagaimana Allah berfirman dalam Al-Quran surah At-Talaq Ayat 2 dan 3 :
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا * وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ ۚ
Artinya, “Siapa pun yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.” (QS At-Talaq: 2-3)
Jamaah sekalian, berkaitan dengan rezeki, sungguh Al-Quran telah menjelaskan konsep rezeki bagi manusia dengan begitu rinci dan sangat detail. Dalam Al-Quran digambarkan bahwa rezeki manusia dan seluruh makhluk hidup di muka bumi ini telah ditanggung oleh Allah subhanahu wa ta’ala.
Allah berfirman dalam surah Hud ayat 6 :
وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا ۚ كُلٌّ فِي كِتَابٍ مُبِينٍ
Artinya, “Tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya.
Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh).” Dari ayat tersebut, Prof. Quraish Shihab, seorang ahli tafsir Indonesia menyebutkan bahwa kekuasaan, nikmat-nikmat dan ilmu Allah itu mencakup segala sesuatu. Tak satu binatang pun yang melata di bumi ini kecuali Allah–dengan karunia-Nya telah menjamin rezeki yang layak dan sesuai dengan habitatnya. Allah juga mengetahui di mana binatang itu menetap dan ke mana ia akan ditempatkan setelah kematiannya. Semua itu tercatat di sisi Allah dalam sebuah kitab yang menjelaskan hal ihwal makhluk-makhluk-Nya.
Dari ayat dan tafsiran tersebut, terdapat tanda bahwa Allah subhanahu wa ta’ala menjamin rezeki ciptaannya, maka bagi kita hendaknya tidak perlu riskan dan risau terhadap apa yang akan kita makan hari ini, lebih-lebih di hari esok nanti.
Maasyiral muslimin rahimakumullah.
Selain menganjurkan melaksanakan ibadah yang telah ditentukan tata cara pelaksanaannya, Islam adalah agama yang menganjurkan penganutnya untuk mencari penghidupan duniawi untuk mencukupi kebutuhan hariannya. Ajaran Islam memerintahkan manusia untuk bergerak mencari rezekinya, tentu rezeki yang halal. Bekerja mencari penghidupan duniawi itu merupakan pekerjaan yang mulia di sisi Allah. Justru sebaliknya, berdiam diri, tidak mau bergerak, menyengaja diri untuk menganggur bahkan meminta-meminta sedekah padahal fisiknya masih kuat untuk bekerja, yang demikian itu dipandang kurang baik oleh agama Islam.
Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لأَنْ يَحْتَطِبَ أَحَدُكُمْ حُزْمَةً عَلَى ظَهْرِهِ خَيْرٌ مِنْ أَنْ يَسْأَلَ أَحَدًا فَيُعْطِيَهُ أَوْ يَمْنَعَهُ (رواه البخاري)
Artinya, “Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Salah seorang dari kalian memikul kayu bakar dipunggungnya itu lebih baik daripada ia mengemis kepada seseorang, baik diberi atau ditolak.'” (HR. Bukhari). Hadits yang baru saja disebutkan secara tegas berisi anjuran untuk kita agar mau bergerak untuk mencari rezeki, kendati pekerjaan yang kita jalani saat ini ‘remeh’ menurut pandangan masyarakat pada umumnya, atau pekerjaan kita biasa saja, namun selama itu halal maka tidak mengapa, dibanding kita bergantung pada aktivitas meminta-meminta kepada orang lain tanpa ada usaha, maka lebih baik bekerja. Berkaitan dengan hal ini, para nabi dapat menjadi teladan bagi kita. Mereka adalah orang yang kesalehannya tidak diragukan lagi, akan tetapi mereka juga tidak lupa terhadap pencarian akan kehidupan dunia supaya kebutuhan hariannya terpenuhi.
Jamaah sekalian, contohlah Nabi Daud yang makanannya berasal dari hasil usaha yang dikerjakannya sendiri, kemudian contohlah Nabi Musa yang untuk mendapatkan makanan yang halal. Begitu pun dengan Nabi kita, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang terkenal sebagai pedagang di masa mudanya. Apabila motivasi duniawi yang membuat kita semangat dalam bekerja tidak cukup bagi kita, ingatlah terhadap motivasi ukhrawi,
bahwa Nabi pernah bersabda : مَنْ اَمْسَى كَالًّا مِنْ عَمَلِ يَدَيْهِ اَمْسَى مَغْفُوْرًا لَهُ
Artinya: “Siapa pun yang di waktu sore merasa lelah karena mencari nafkah, maka di saat itu dosanya diampuni.” (HR. Thabrani).
Maasyiral muslimin rahimakumullah
Rezeki dan hasil usaha adalah satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan. Segala yang kita usahakan dari pekerjaan kita, terkadang menghasilkan sesuatu dan terkadang tidak. Apabila menghasilkan sesuatu, adakalanya hasil itu bisa dimanfaatkan oleh kita, atau tidak bisa dengan semisal hasil usaha tersebut hilang, dicuri orang, atau diberikan kepada orang lain karena satu atau dua hal. Nah, adapun hasil usaha yang bermanfaat bagi kita, dapat kita pakai, bisa kita makan, itulah yang dinamakan rezeki kita. Boleh jadi seseorang yang kaya, yang hartanya berlimpah ruah, namun selama masa hidupnya ia hanya menghabiskan beberapa saja hartanya, adapun sisa hartanya yang masih banyak menjadi hak ahli warisnya. Maka itu adalah rezeki ahli warisnya.
Maasyiral muslimin rahimakumullah
Yang terpenting lagi soal rezeki adalah, rezeki tidak selalu berbentuk harta. Rezeki bisa berbentuk materi, bisa juga berbentuk non-materi. Rezeki bisa juga berbentuk spiritual. Kita setiap hari bisa melaksanakan shalat, melaksanakan puasa dan menunaikan zakat di bulan Ramadan, bahkan hingga melaksanakan ibadah haji. Itu merupakan rezeki. Ya, rezeki ketaatan dan hidayah yang diturunkan kepada para hamba yang dikehendaki oleh-Nya. Bukankah ibadah yang kita lakukan memiliki sisi kemanfaatan bagi diri kita sendiri, baik di dunia maupun di akhirat? Ya, itulah yang dinamakan rezeki. Selain ibadah, rezeki itu juga dapat berupa teman yang baik, yang mengarahkan kita kepada jalan-jalan kebaikan. Lebih-lebih teman kita mengerti dan paham ilmu agama, sehingga menjadi wasilah kedekatan kita kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Selain itu, jodoh yang baik adalah rezeki juga. Pasangan yang baik akan menjadikan diri kita tenang dan damai dalam menjalankan bahtera rumah tangga hingga akhir hayat nanti, bahkan hingga kembali dipertemukan di surga. Kemudian, pendidikan yang sekarang kita dapatkan, baik di sekolah, di kampus, di majelis taklim, atau di tempat mana pun, itu merupakan rezeki dari Allah subhanahu wa ta’ala yang perlu kita syukuri, sebab pendidikan yang kita dapatkan saat ini, akan bermanfaat bagi kehidupan kita. Yang paling sering kita abaikan untuk disyukuri adalah rezeki yang berupa oksigen yang kita hirup tiap detiknya. Tak dapat dibayangkan apabila satu menit saja kita tidak dapat menghirupnya, tentu sesaklah nafas kita.
Maasyiral muslimin rahimakumullah
Menyangkut soal rezeki memang manusia adalah makhluk yang sering merasa riskan dan risau soal penghidupan duniawinya. Hal itu merupakan sifat manusiawi bagi kita, sebab tanpa naluri kecemasan akan rezeki, tubuh kita tidak akan merespons untuk bergerak mencari nafkah. Akan tetapi, rasa cemas yang berlebihan terhadap rezeki pun tidaklah baik. Apalagi rasa cemas tersebut tidak dibarengi dengan kesadaran bahwa rezeki tidak hanya yang bersifat materi saja, akan tetapi jika kita mau merenung dan berpikir, betapa baiknya Allah kepada kita dengan segala hal yang saat ini bisa kita nikmati dan ambil manfaat darinya. Itulah rezeki.
Khutbah Kedua
الْحَمْدُ لِلَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ ثُمَّ الْحَمْدُ لِلَّهِ. أَشْهَدُ أنْ لآ إلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ لَا نَبِيّ بعدَهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ القِيَامَةِ
أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يٰأَ يُّها الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِ سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ. اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ، اَلْأَحْياءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ والقُرُوْنَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتَنِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا إِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عامَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ
اللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ وَأَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلًا وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. وَاَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ
عٍبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتاءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشاءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ