Poin NU Porong. Seratus tahun yang lalu atau tepatnya 16 Rajab 1344 Hijriyah berdiri sebuah organisasi islam terbesar didunia di Surabaya yakni Nahdlatul Ulama. kelahiran Nahdlatul Ulama berawal dari kegigihan kalangan pesantren gigih dalam melawan kolonialisme. Perlawanan dilakukan dengan membentuk organisasi pergerakan, seperti Nahdlatut Wathan (Kebangkitan Tanah Air) pada tahun 1916, Taswirul Afkar atau dikenal juga dengan Nahdlatul Fikri (Kebangkitan Pemikiran) pada tahun 1918.
Daftar Isi
Sejarah berdirinya Nahdlatul Ulama
Organisasi pergerakan dibentuk sebagai wahana pendidikan sosial politik dan keagamaan kaum santri. Ada pula Nahdlatut Tujjar, (Pergerakan Kaum Sudagar) yang dijadikan basis untuk memperbaiki perekonomian rakyat. Dengan adanya Nahdlatul Tujjar itu, maka Taswirul Afkar, selain tampil sebagi kelompok studi juga menjadi lembaga pendidikan yang berkembang sangat pesat dan memiliki cabang di beberapa kota.
Penjajahan maupun kungkungan tradisi membuat keterbelakangan Bangsa Indonesia, baik secara mental maupun ekonomi. Hal ini lantas menggugah kesadaran kaum terpelajar untuk memperjuangkan martabat bangsa melalui jalan pendidikan dan organisasi.
Di sisi lain, Raja Arab Saudi pada masa itu, Raja Ibnu Saud hendak menerapkan asas tunggal yakni mazhab wahabi di Mekah, serta hendak menghancurkan semua peninggalan sejarah Islam maupun pra-Islam, yang selama ini banyak diziarahi karena dianggap bi’dah. Gagasan kaum wahabi tersebut mendapat sambutan hangat dari kaum modernis di Indonesia, baik kalangan Muhammadiyah di bawah pimpinan Ahmad Dahlan, maupun PSII di bawah pimpinan H.O.S. Tjokroaminoto.
Namun sebaliknya, gagasan ini mendapat pertentangan dari kalangan pesantren yang selama ini membela keberagaman, menolak pembatasan bermadzhab dan penghancuran warisan peradaban tersebut.
Karena memiliki sikapnya yang berbeda, kalangan pesantren lantas dikeluarkan dari anggota Kongres Al Islam di Yogyakarta 1925. Akibatnya, kalangan pesantren juga tidak dilibatkan sebagai delegasi dalam Mu’tamar ‘Alam Islami (Kongres Islam Internasional) di Mekah yang akan mengesahkan keputusan tersebut.
Tak patah semangat, dengan minatnya yang gigih untuk menciptakan kebebasan bermadzhab serta peduli terhadap pelestarian warisan peradaban, kalangan pesantren pun membuat delegasi sendiri yang dinamai dengan Komite Hejaz. Komite ini diketuai oleh KH. Wahab Hasbullah.
Atas desakan kalangan pesantren yang terhimpun dalam Komite Hejaz, dan tantangan dari segala penjuru umat Islam di dunia, Raja Ibnu Saud akhirnya mengurungkan niatnya. Hasilnya hingga saat ini di Mekah bebas dilaksanakan ibadah sesuai dengan madzhab mereka masing-masing.
Berangkat dari komite dan berbagai organisasi yang bersifat embrional dan ad hoc, maka setelah itu dirasa perlu untuk membentuk organisasi yang lebih mencakup dan lebih sistematis. Juga untuk mengantisipasi perkembangan zaman.
Maka setelah berkoordinasi dengan berbagai kiai, akhirnya muncul kesepakatan untuk membentuk organisasi yang bernama Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama) pada 16 Rajab 1344 H pada kalender Hijriah, bertepatan dengan 31 Januari 1926 pada kalender Masehi. Organisasi ini dipimpin oleh KH. Hasyim Asy’ari sebagi Rais Akbar.
Usai resmi berdiri, KH. Hasyim Asy’ari merumuskan Kitab Qanun Asasi atau prinsip dasar organisasi ini. Setelah itu juga dirumuskan kitab I’tiqad Ahlussunnah Wal Jamaah.
Kedua kitab tersebut kemudian diejawantahkan dalam Khittah NU, yang dijadikan dasar dan rujukan warga NU dalam berpikir dan bertindak dalam bidang sosial, keagamaan dan politik.
Fikrah Nahdliyah Nahdlatul Ulama
Fikrah nahdliyyah merupakan cara berfikir NU dalam memahami nash, mencari prinsip dari nash, mencari dasar hukum dari nash. Saat ini telah berkembang berbagai macam pemikiran, mulai dari radikal, tekstual, liberal dan lainnya yang semuanya menjadi tantangan bagi NU.
Aswaja menurut NU, selektif, sebab tidak mengikuti semua faham aswaja ini dan bermazhab. Hal ini disebut tawassutiyah atau moderat. Kalau kelompok tekstualis ini tanpa penafsiran, kalau kelompok liberal kelewatan dalam penafsiran.
Ciri kedua NU adalah bermazhab karena tanpa mazhab tidak ada frame. Mazhab dalam NU pun dibatasi empat, tidak boleh lebih dari empat meskipun ada mazhab lainnya, karena yang lain seperti Sofyan Atsauri, Ibnu Uyainah, Al Auzai tidak memiliki metodologi berfikir yang jelas, hanya pendapat yang parsial.
Aspek ketiga NU adalah, tatowwuriyah atau dinamis. Artinya, kita sekalipun bermazhab, tidak kaku. Seperti diputuskan dalam Munas NU di Lampung tahun 1992 yang menetapkan cara bermazhabnya tak hanya koulan atau tekstual tetapi juga manhajan atau mengikuti metode berfikirnya para imam mazhab tersebut.
Kebanyakan syariah keluar dari ijtihad. Ada yang sudah diselesaikan oleh ulama dahulu, ada yang belum sehingga harus berani melakukan ijtihad terhadap masalah yang belum dibahas, tetapi bisa juga masalahnya lama tetapi mengalami perubahan seperti yang terjadi pada masalah-masalah muamalah
Tradisi kalangan bermazhab juga begitu. Ada pendapat baru yang tidak sama dengan pendapat yang dikemukakan oleh para pendiri mazhab, tetapi meskipun berbeda keputusannya, kalau dilihat dari cara berfikirnya, tak menyalahi metodologi sehingga tetap bisa dipakai sebagai rujukan.
Mazhab empat sudah terlalu cukup, asal manhaji, bukan qouli atau mengikuti metode berfikirnya, bukan keputusan yang sudah ada. Semua bisa diselesaikan asal kita mau berfikir. Yang penting tidak statis dalam berfikir, tetapi tidak keluar dari frame.
Aspek keempat adalah islahiyyah atau selalu melakukan selalu perbaikan. Melakukan pebaikan itu tak cukup hanya dengan wacana diawang-awang atau menulis buku saja, tetapi harus melalui tindakan kongkrit. Karena itu, disamping fikrah, ada harakah atau gerakan, yang kita sebut sebagai harakah islahiyyah, akidah yang tak betul dibetulkan, demikian pula perbaikan dalam bidang ibadah, akhlak, muamalah. ekonomi, sosial, budaya, bahkan politik.
Untuk masalah ekonomi, ia perlu pemberdayaan dahulu pada masyarakat, baru pensyariahan. Tak mungkin dilakukan pensyariahan dahulu jika tak ada pemberdayaan karena masyarakat tak berdaya. Upaya perbaikan juga harus dilakukan secara terus menerus, tak cukup hanya berjalan sebulan saja karena tak akan memiliki dampak jangka panjang. Selain itu, diharapkan mampu membuat perbaikan yang memiliki dampak tinggi. Kita dapat mencontoh nabi yang dalam 23 tahun mampu merubah masyarakata dari kaum jahiliyah menjadi khaira ummah karena apa yang dilakukan memiliki dampak yang tinggi.
Momentum peringatan 1 abad Nahdlatul Ulama
Tidak terasa, 2 hari sudah berlalu sejak puncak acara resepsi peringatan 1 abad Nahdlatul Ulama di stadion Gelora Delta Sidoarjo. Acara yang penuh gegap gempita tetapi tetap diwarnai kekhidmatan serta kesakralan yang menjadi ciri khas amaliyah nahdliyin. Dimulai dengan mujahadah kubro yang dipimpin oleh Syaikh Muhammad Fadhil Al Jailany cicit dari Al Ghaust A’dhzam Syaikh Abdul Qadir Al Jailany dan ijazah kubro bersama KH. R. Ahmad Azaim Ibrahimy cucu dari KH R. As’ad Syamsul Arifin serta gema sholawat bersama Habib Syech bin Abdul Qadir As-segaf.
Jutaan warga nahdliyin dari seluruh penjuru Indonesia bahwa dari luar negeri rela jauh-jauh datang ke Sidoarjo untuk mengikuti puncak resepsi 1 abad NU ini. Mereka rela mengorbankan sedikit harta serta meninggalkan keluarga untuk memenuhi undangan resepsi 1abad NU. Menurut pandangan awam, ada apa sebenarnya hingga magnet ini begitu kuat untuk menarik jutaan nahdliyin mendekat dan berkumpul.
Banyak cerita unik dan bahkan tidak masuk nalar yang terjadi pada saat gelaran acara berlangsung. Mulai dari kyai sepuh asal Jombang yang lolos screening paspamres hingga dapat masuk ke dalam stadion. Padahal diperlukan ijin dan identitas khusus untuk dapat masuk kedalam stadion. Tetapi beliau dengan melenggang dapat lolos dari pengawasan ketat tersebut.
Tim Jurnalis POIN NU Porong juga mengalami kejadian mistis dan gaib pada saat terjun kelapang untuk meliput kegiatan mujahadah kubro sampai puncak acara resepsi 1 abad NU tersebut. Hari Senin malam (06/02), setelah diadakan rapat kordinasi dan pembagian tugas peliputan maka jurnalis diterjunkan ke lokasi acara untuk mensyiarkan puncak acara 1 abad NU di GOR Sidoarjo.
Selasa pukul 02.20 dini tim POIN NU Porong berangkat untuk mengikuti prosesi mujahadah kubro di lokasi acara. Tidak ada hal aneh yang dirasakan oleh tim saat proses liputan. Pukul 07.00 WIB selesai acara gema sholawat, tim bergeser untuk meliput di titik lain menjelang puncak acara yang dihadiri oleh presiden Republik Indonesia Ir. H. Jokowidodo.
“Entah darimana datangnya, tiba-tiba saya dipanggil oleh seorang kakek sepuh yang terlihat seperti kyai tetapi duduk menyendiri padahal dikerumuni banyak jamaah tetapi disekeliling kakek tersebut seakan ada pagar pembatas hingga jamaah lain tidak sampai berdesaksan dengan sang kakek,” tutur A.H jurnalis POIN NU.
Dia lantas melanjutkan bahwa sang kakek bertanya, kenapa susah-susah dan capek riwa-riwi kesana kemari sambil mengambil foto.
“Saya jawab kalau ini darim tim POIN NU, lembaga penyiaran berita online untuk mensyiarkan dakwah Nahdlatul Ulama,”lanjut AH.
Yang membuat terhenyak saat diakhir pembicaraan tiba-tiba sang kakek berpesan.
“Nek ngurusi NU sing ikhlas nggih le, sampun kasar-kasar menawi ngomong kaliyan pengurus sing langkung sepuh ( Kalau mengurusi NU tolong ikhlas ya nak, jangan terlalu kasar kalau berbicara dengan pengurus NU yang lebih sepuh),” tutur AH menirukan ucapan beliau.
Tidak hanya sekali, tetapi menurut penuturan AH dia ditemui oleh 3 orang kakek dilokasi yang berbeda namun dengan ucapan dan pesan yang sama.
“Sampai sekarang saya masih terngiang-ngiang oleh pesan tersebut. Hal ini seakan cambuk bagi saya untuk introspeksi diri agar meluruskan niat saat berkhidmat di Nahdlatul Ulama melalui syiar dakwah media digital ini,”tutupnya.
Nahdlatul Ulama memang dapat di ibaratkan sebagai sebuah rumah yang sangat besar. Didalamnya berisi wali-wali Allah yang menjadi jimatnya, hingga kisah-kisah seperti diatas bukan merupakan hal yang baru bagi warga Nahdlatul Ulama. Mari bersama-sama meluruskan niat dan tujuan untuk mengabdi kepada Nahdlatul Ulama, semoga dengan keikhlasan dan ketulusan dapat membawa berkah bagi kita beserta keluarga dan anak cucu kita semua. Wallahua’lam bisshowab
Ditulis ulang dari berbagai sumber dan keterangan jurnalis POIN NU Porong.