POIN NU Porong. Bermacam-macam bacaan sholawat merupakan salah satu bukti ekspresi cinta seseorang kepada baginda nabi Muhammad SAW sebagai penghulu alam semesta. Dikalangan Nahdlatul Ulama pengamalan sholawat sudah menjadi hal biasa meskipun banyak sekali tudingan bahwa hal tersebut merupakan salah satu bid’ah yang tidak ada dijaman rosulullah.
Pada kesempatan diba’ kubro PAC Fatayat NU Porong yang digelar pada hari Minggu (30/10), gus Teguh Rachmanto salah seorang instruktur Pendidikan Kader Penggerak Nahdlatul Ulama (PKNU) PWNU Jawa Timur menyampaikan bahwa beragam jenis bacaan sholawat ini memang tidak ada tuntunan pada jaman rosulullah. Hal ini dapat di ibaratkan apabila seseorang berdoa kepada Allah SWT sesuai dengan hajatnya masing-masing, tentunya mereka akan menggunakan tata bahasa yang berbeda-beda dengan doa yang telah diajarkan oleh nabi. Demikian juga sholawat, bacaan sholawat berbeda-beda dengan yang diajarkan oleh rosulullah dikarenakan perbedaan tujuan disusun serta ditulisnya sholawat tersebut. Pahala membaca sholawat akan tetap diterima oleh pembacanya meskipun kita tidak tahu artinya.
Ciri khas dakwah Nahdlatul Ulama adalah mengedepankan sisi kemanusiaan dan rasa belas kasih. Bukti rasa welas asih para ulama-ulama NU bisa dilihat dengan lembutnya dalam memaknai hukum ibadah. Misalnya kewajiban melaksanakan sholat, dalam Al Qur’an dianjurkan untuk sholat tepat pada waktunya. Begitu terdengar adzan maka disarankan untuk segera mendirikan sholat. Tetapi para ulama NU memaknai bahwa waktu sholat boleh diatur sesuai dengan kondisi masing-masing. ” Misalnya sopir taksi yang sedang membawa penumpang, begitu terdengar adzan dikarenakan rendahnya pemahaman dia langsung memberhentikan taksinya untuk sholat padahal sang penumpang sedang ditunggu pesawat. Maka bukannya kemanfaatan yang diperoleh tetapi malah kemadharatan, penumpang bisa tertinggal pesawat dan si sopir batal memperoleh upah” tuturnya. Akan tetapi lanjut beliau, sholat merupakan ibadah wajib yang harus dilaksanakan bagaimanapun kondisinya. Tidak ada alasan untuk meninggalkan sholat dikarenakan kesibukan mengurus rumah tangga, mengurus anak dan lain sebagainya.
Contoh lain dakwah santun ulama Nahdlatul Ulama bisa di ibaratkan dengan sebuah gelas yang terisi separuh. Jika kaum diluar Nahdlatul Ulama maka akan memaknai isi gelas akan segera habis karena cuma terisi separuh. Sedangkan ulama-ulama NU apabila menemui hal seperti itu, maka mereka akan melihat sebentar lagi gelas akan terisi penuh. Filosofi ini mengandung makna yang sangat dalam sekali. ” Apabila seseorang baru melaksanakan kewajiban sholat sebanyak 3 kali, mudah-mudahan sebentar lagi dia akan sholat 5 kali. Jika seseorang diluar suka berjamaah tahlilan, istighosah dll tetapi masih suka bolong sholatnya, mudah-mudahan sebentar lagi akan full sholatnya” jelas beliau. Jadi dakwah ala ulama-ulama Nahdlatul Ulama ini senantiasa memiliki tujuan agar seseorang diharapkan kebaikannya meskipun secara keseharian masih kurang baik.
Pesan beliau diakhir acara, kita sebagai manusia harus memiliki jiwa-jiwa bersaing dalam hal kebaikan. Berhati-hatilah dengan lagu-lagu yang banyak beredar saat ini terkadang memiliki makna yang dapat menyebabkan mental drop. Karena menurutnya, lagu apapun itu jika diputar secara berulang-ulang akan dapat menjadi sebuah doa. Mari bersama-sama melanggengkan bacaan sholawat dengan cara mengulang-ngulang meskipun kita tidak tahu artinya. Jangan lelah untuk terus berusaha memperbaiki diri dan meningkatkan ibadah kita kepada Allah SWT.