POIN NU PORONG – Berpuasa merupakan salah satu syariat yang sudah ditetapkan oleh Allah SWT semenjak zaman umat terdahulu. Misalkan dizaman nabi Isa AS, umat beliau diwajibkan berpuasa selama 12 jam.
Puasa dizaman nabi Isa ini berarti menahan lapar serta menahan kantuk. Jika seseorang sudah berbuka puasa maka dilarang untuk makan sampai dengan 12 jam kedepan. Demikian juga menahan kantuk, jika ia sudah terjaga dari tidurnya maka dilarang untuk kembali tidur sampai dengan 12 jam kedepan.
Syariat ini dilanjutkan kepada umat nabi Muhammad SAW tetapi dengan banyak sekali keringanan yang diberikan oleh Allah SWT. Umat kanjeng nabi hanya diwajibkan berpuasa serta menahan hal-hal yang dapat menyebabkan batalnya puasa dari terbitnya fajar (subuh) sampai dengan terbenamnya matahari (maghrib).
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَععَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ
“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”
Ibnu Katsir dalam Tafsir Al-Qur’an Al-Azhim menjelaskan bahwa ayat di atas berkenaan dengan perintah puasa yang tidak hanya kewajiban menahan diri dari makan, minum dan jimak semata.
Akan tetapi harus dilandasi dengan dengan niat karena Allah SWT, menjauhkan diri dari perbuatan yang dilarang dan tercela, serta membersihkan diri lahir dan batin.
Ada sebuah jaminan dari baginda nabi Muhammad SAW bagi orang-orang yang berbahagia dengan datangnya bulan ramadhan. Termaktub dalam kitab Duratunnashihin dijelaskan
ﻣَﻦْ ﻓَﺮِﺡَ ﺑِﺪُﺧُﻮﻝِ ﺭَﻣَﻀَﺎﻥَ ﺣَﺮَّﻡَ ﺍﻟﻠﻪُ ﺟَﺴَﺪَﻩُ ﻋَﻠﻰَ ﺍﻟﻨِّﻴْﺮَﺍﻥِ
Artinya: “Barang siapa bergembira dengan masuknya bulan Ramadhan, maka Allah akan mengharamkan jasadnya masuk neraka
Kebahagiaan ini berarti bahwa munculnya keikhlasan dan keriang gembiraan karena masih diberikan kesempatan oleh Allah SWT untuk menyambut datangnya bulan suci ramadhan. Kebahagiaan ini harus kita proyeksikan dalam sebuah langkah konkrit yakni melaksanakan kewajiban utama yaitu puasa, serta menjalankan amalan-amalan lain yang menunjang kewajiban utama tersebut seperti sholat tarawih, memperbanyak tadarrus Al Qur’an, memperbanyak berdzikir dan lain sebagainya.
Seorang yang mengaku umat Nabi Muhammad SAW sudah sepantasnya merindukan perjumpaan dengan Ramadhan sebagimana yang diteladankan karena semua ibadah kecuali puasa akan dilipatgandakan balasannya mulai dari 10 kali sampai 700 kali.
Untuk balasan amal puasa Allah merahasiakanya, bahkan bau mulut tak sedap dari orang yang berpuasa bagi-Nya lebih harum dibanding parfum misik (kasturi).
Hal ini dijelaskan Nabi Saw dalam haditsnya:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ، الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعمِائَة ضِعْفٍ، قَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ: إِلَّا الصَّوْمَ، فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ، يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِي
Artinya, “Dari Abi Hurairah Ra berkata, Rasulullah Saw bersabda, ‘Setiap amal anak Adam akan dilipatgandakan. Satu kebajikan dilipatgandakan 10 sampai 700 kali.
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman ‘Kecuali puasa karena puasa adalah untuk-Ku dan Aku-lah yang membalasnya. Dia meninggalkan kesenangan dan makanannya karena-Ku,” (HR Muslim).A
da sejumlah pendapat perihal maksud “balasan amal puasa dirahasiakan Allah”, antara lain karena puasa merupakan ibadah spesial untuk Allah dan tak seorangpun orang kafir yang mengagungkan tuhannya dengan ibadah puasa.
Pendapat lain, karena puasa jauh dari riya’ sebab ia ibadah yang rahasia. Jika kita shalat atau berhaji pasti dapat terlihat dan diketahui orang lain karena bersifat tindakan/perbuatan, namun puasa tidak demikian sebab puasa adalah meninggalkan (tarku) atau imsak (menahan diri) sehingga dapat dilakukan bersamaan dengan aktivitas apapun bahkan dengan tidur sekalipun.
Agar puasa kita tahun ini lebih berkualitas dibanding tahun-tahun sebelumnya, haruslah senantiasa sadar bahwa perjumpaan dengan bulan suci Ramadhan merupakan anugerah Allah yang tidak setiap orang dapat merasakannya. Kalau pun bertemu, mungkin masih ada di antara kita yang tidak menyadari akan keagungan anugerah ini atau tidak berkesempatan berpuasa dengan sempurna.
Selanjutnya berusaha mempersiapkan diri bekal ilmu hukum-hukum puasa dan ibadah lainya serta menjaga kesehatan fisik agar tetap dalam kondisi prima. Yang tidak kalah penting adalah kemauan yang kuat untuk meraih kecintaan Allah melalui ibadah puasa, pengabaian rasa lapar, haus, dan malas yang mesti terjadi dalam ibadah puasa.
Hal ini dapat muncul dengan cara senantiasa mengingat kebahagiaan orang yang berpuasa sesuai sabda Nabi SAW.
لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ: فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ، وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ
Artinya, “Orang yang berpuasa akan meraih dua kegembiraan, kegembiaran ketika berbuka puasa/berhari raya, dan kegembiraan ketika bertemu Tuhannya,” (HR Muslim).
Dalam Marqatul Mafatih dijelaskan, dua kegembiraan itu meliputi di dunia dan di akhirat. Pertama, kegembiraan saat berbuka karena telah terbebas dari tanggungan perintah Allah atau sebab mendapatkan pertolongan dapat menyempurnakan puasa atau sebab dapat makan dan minum sesudah menahan lapar dan dahaga atau sebab meraih pahala yang diharapkan.
Kedua, kegembiraan saat bertemu Tuhan sebab mendapatkan balasan amal puasa, mendapatkan pujian, atau keberuntungan dapat berjumpa dengan Allah. (Al-Mulla Al-Qari, Marqatul Mafatih Syarh Misykatil Mashabih, [Beirut, Darul Fikr: 1422 H/2002 M], juz IV, halaman 1363).
Berjumpa dengan Allah ini menurut pendapat beberapa ulama juga terjadi pada saat didunia, berjumpa ini berarti tersambungnya rasa dan hati kita kepada Allah SWT. Karena ketersambungan inilah maka seseorang yang sedang berpuasa akan merasakan rasa nikmat dalam beribadah. Dia akan merasakan kehadiran Allah didalam kehidupannya karena fungsi utama puasa ramadhan yaitu menjadi kita orang-orang yang bertakwa. Perasaan takwa ini dapat hadir jika kita mampu merasakan kehadiran Allah, senantiasa merasa diawasi dan dalam lingkup kekuasaan-Nya.
Sejatinya manusia apabila hatinya tidak tertutupi oleh syahwat serta sifat-sifat basyariyahnya, maka ia akan memiliki pancaran Nur Allah SWT hingga mampu menyibak alam malakut. Dalam bahasa sederhana, orang-orang yang bertakwa dengan sebenar-benarnya takwa akan memiliki frekuensi yang nendekati frekuensi ilahiyah sehingga dalam seluruh aspek kehidupannya senantiasa dibimbing oleh Allah SWT.
Ditulis berdasarkan materi kajian ramadhan Musholla Baitul Makmur Juwetkenongo oleh Ustadz A. Luqman Marzuki,M.Pd.I