Adanya suatu riwayat Kiai Wahab Hasbullah pernah menjadi Sopirnya KH. Hasyim Asy’ari. Peristiwa tersebut terjadi pada tahun 1932. Dengan menggunakan sebuah mobil Chevrolet berisi ulama-ulama besar, di antaranya Hadlratussyekh Hasyim Asy’ari, Kiai Abdullah Faqih, dan KH. Bisri Syansuri.
Relasi Kiai dan Santri
Selama ini sebagian orang terkadang memiliki anggapan bahwa dunia kiai hanya sebatas di lingkungan pondok pesantrennya saja. Kesibukannya sehari-hari Kiai dianggap sebatas mengurusi pendidikan Islam tradisional, memimpin kegiatan-kegiatan ritual santri, membaca kitab klasik yang sudah terjadwal secara rapi, tanpa adanya kepedulian dengan terhadap lingkungan sosialnya disekitarnya. Adanya anggapan seperti ini juga ada benarnya, tapi tidak semua Kiai seperti ini.
Seiring dengan kemajuan zaman dan banyaknya tuntutan Kiai yang harus diselesaikan secara seksama demi membangun kemaslahatan di tengah masyarakat. Sehingga tidak sedikit pula kiai yang kegiatannya melampaui batas-batas dunia pesantrennya. Selain aktif memberikan ilmu pengetahuan dan membimbing para santrinya, para Kiai juga ada yang aktif di bidang Pendidikan formal, politik, ekonomi, sosial, dan lain-lain. Itulah sebabnya tidak sedikit ditemukan kiai yang kemudian menjadi dosen bahkan memiliki jabatan fungsional professor, menjadi wakil presiden, pimpinan ormas, bupati, wali kota, anggota DPRD kabupaten dan bahkan DPR pusat, ketua partai politik tertentu, dan lain-lain.
Selain yang tersebutkan di atas, ada juga kiai yang menjadi pengusaha sukses. Mereka membuka berbagai lapangan usaha seperti SPBU, kos-kosan, kontrakan rumah, villa, tambak, ladang pertanian dan perkebunan, restoran, perhotelan, dan lain-lain. Terkadang sepintas kita melihatnya, keberhasilan Kiai tersebut dalam banyak usahanya ini tanpa berbekalkan pendidikan modern yang diperlukan untuk mengembangkan usahanya tersebut.
Sehingga titik simpulnya adalah Kiai menjadi sangat penting dalam kehidupan sosial dan hampir setiap lapisan masyarakat membutuhkannya. Dengan banyaknya peran yang dimainkan untuk membangun kemaslahatan bersama. Sebagaimana yang dicontohkan oleh para pendahulu Kiai-Kiai Nusantara. Terlebih lagi adakah yang menyangka, di balik seorang Kiai terdapat sosok santri yang tidak tampak dan kurang dikenal namun sangat berjasa dan kehadirannya selalu ditunngu Kiai yaitu Sopir Kyai (SK).
Dengan banyaknya kesibukan Kiai di tengah masyarakat, dengan berbagai varian kesibukan sebagaimana yang tersebutkan diatas. Terkhusus utamanya urusan seorang kiai menghadiri undangan pasti didampingi oleh santri sekaligus sebagai sopir Kiai. Seiring dengan banyaknya santri mendampingi sekaligus sebagai sopir kyai untuk membantu mobilitas Kiai akhirnya terbentuklah sebuah komunitas yang diberi nama “Sopir Kiai Nusantara disingkat menjadi (SK NU).”
Komunitas ini semakin hari semakin bertambah jumlah anggotanya, dan bisa kita lihat sebagaimana yang pernah dilansir oleh media NU Online. Anggota dari komunitas Sopir Kiai Nusantara menjadi (SK NU) se-Indonesia hingga saat ini mungkin sudah mencapai angka ribuan anggota. Mereka terdiri atas sopir Kiai baik yang ada di Pulau Jawa khususnya maupun di luar Jawa pada umumnya.
Nilai manfaatnya dari Sopir Kiai Nusantara adalah bisa kita rasakan saat mendapatkan tugas mengantar kyai ke suatu tempat misalnya. Kita bisa komunikasi secara langsung antar sesama sopir kiai dari daerah tujuan. Poin penting yang menjadi bahan komunikasi, seputar jalan manakah yang paling cepat untuk dilewati atau adakah jalan alternatif agar mobil yang dikendarai sang kiai tidak terjebak macet dan sampai tujuan tepat waktu.
Role Model Kiai Terdahulu
Adanya suatu riwayat Kiai Wahab Hasbullah pernah menjadi Sopirnya KH. Hasyim Asy’ari. Peristiwa tersebut terjadi pada tahun 1932. Dengan menggunakan sebuah mobil Chevrolet berisi ulama-ulama besar, di antaranya Hadlratussyekh Hasyim Asy’ari, Kiai Abdullah Faqih, dan KH. Bisri Syansuri.
Melajunya mobil merek terkemuka pada zamannya hingga di era sekarang ini datang dari Cirebon, Jawa Barat dan singgah di kota Sokaraja, Banyumas untuk melantik berdirinya cabang NU. Kedatangan mobil yang membawa para tokoh besar NU dan bangsa Indonesia itu membuat antusias masyarakat Banyumas kala itu karena yang mengemudikannya adalah Kiai Wahab sendiri dengan setelan sarung dan sorbannya yang sangat bersahaja.
Secara tidak langsung pemandangan ini memberikan gambaran bahwa Kiai Wahab adalah tidak sebatas sopir mobil, tetapi juga sopirnya (pengemudi) NU yang di dalamnya berkumpul tokoh-tokoh ulama NU seperti Kiai Hasyim Asy’ari, Kiai Abdullah Faqih, dan Kiai Bisri Syansuri yang disaksikan Masyarakat nahdliyin pada waktu itu. Kiai Wahab juga menjadi sopir politik yang mengemudikan kebijaksanaan politik Partai Masyumi.
Oleh : Dr. Heru Siswanto, M.Pd.I
Dosen PAI-BSI (Pendidikan Agama Islam-Berbasis Studi Interdisipliner) Pascasarjana IAI Al-Khoziny Buduran Sidoarjo