Terputusnya Nasab Habaib Ba’Alawi di Indonesia (Perspektif Pemikiran KH. Imaduddin Utsman Al-Bantani)

Berangkat dari sebuah Penelitian (jenis penelitian kualitatif) dengan menggunakan pendekatan library research atau kajian pustaka, dengan data primernya adalah perspektif pemikiran KH. Imaduddin Utsman Al-Bantani, dan data sekundernya adalah kitab-kitab nasab yang ada. Dan, satu hal yang perlu kita ingat adalah hasil sebuah penelitian itu bisa benar dan bisa juga salah

 

Terkait adanya polemik nasab Ba’alawi atau munculnya perdebatan seputar nasab Ba’alawi yang tidak kunjung selesai hingga saat ini. Dimana berdasarkan hasil rekam jejaknya kehadirannya nasab Ba’alawi di Indonesia khususnya, yang kemudian lazim disebut dengan habib. Menjadi suatu pekerjaan bersama khususnya para peneliti untuk memperjelas kehadiran nasab ini tersambung kepada nabi atau malah sebaliknya. Agar tidak menjadi polemik yang berkepanjangan dan meresahkan Masyarakat pada umumnya. Point pemicu perdebatan ini disebabkan hasil penelitian dari KH. Imaduddin Utsman al-Bantani (Kyai Imad) yang menyatakan bahwa nasab keturunan nabi di Indonesia itu tidak bersambung kepada nabi. Sebab adanya temuan salah satu tokoh yang ditambahkan, padahal hal tersebut tidak terbukti secara ilmiah.

Tentunya hasil penelitiannya Kyai Imad tersebut tidak bisa diterima secara luas oleh masyarakat Indonesia pada umumnya. Banyak dari kalangan yang merespon dengan ketidaksetujan atau membantah atas hasil penelitiannya tersebut. Bahkan perdebatan tersebut hingga saat ini ibarat bola yang terus menggelinding yang siap menghampiri siapa saja yang mendekat. Sebagaimana tersebutkan dalam majalah sekelas Tempo yang menjadikan topik ini sebagai liputan khusus edisi lebaran yang siap menggugah selera masyarakat tetap mengikuti beritanya.

Berdasarkan penelusuran sumber penelitian, Kyai Imad disela-sela kesibukannya mampu meluangkan waktunya mengarang lebih dari 20 kitab yang menjadi rujukan masyarakat. Termasuk Kyai Imad di provinsi Banten menjadi ketua komisi Fatwa MUI. Ini artinya dari sekian cendekiawan yang ada Kyai Imad dianggap paling layak keluasan ilmunya untuk menjawab permasalahan masyarakat.

Baca juga  Mengolah Limbah Jadi Berkah (3) : Seri Pertanian Organik Pembuatan Pupuk Bokashi Dari Limbah Sawah

Dalam kaitan viralnya nasab Habib Ba’alawi saat ini, banyak yang belum memahami substansi yang dipermasalahkan Kyai Imad. Dimana sejatinya Kyai Imad dan tentunya segenap warga NU sangat mencintai Rasulullah SAW. Kyai Imad adalah Penulis dan pemikir, penelaah kitab-kitab yang tentunya sudah menguasai betul disiplin ilmu yang sangat diperlukan seperti nahwu shorof, balaghoh, Mantiq, tarikh dan lain lain, dimana hal ini tidak diragukan dan sangat bisa dipertanggungjawabkan.

Ini mengartikan pendapat Kyai Imad bukan berangkat dari nafsu yang merusak atau untuk tujuan negatif dengan adanya kepentingan yang terselubung. Namun dilatarbelakangi penelitian ilmiah tentang nasab ini yang kemudian mengarah pada terputusnya nasab Ubaidillah pada Ahmad bin Isa. Maka hasil penelitian itu bisa benar bisa salah. Kyai Imad pun tidak merasa yang paling benar, masih ada kemungkinan salah jika ada Penelitian tandingan yang mementahkan pendapatnya.

Namun dari kalangan yang ada banyak yang tidak terima dan menuduh Kyai Imad sesat. Bahkan ada yang menjuluki dengan kata-kata yang sangat tidak pantas jauh dari nilai budaya bangsa Indonesia. Menjadi suatu point penting dalam hal ini, Kyai Imad tidak membenci habaib. Namun dalam hal ini sedikit ada catatan bahwa siapapun sepanjang ada dalam taqwa dan ilmu maka akan dinaikkan derajatnya oleh Allah SWT.

Tugas kita Bersama, mari berfikir bijak dengan daya literasi yang memadai dan bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Misalkan kita memahaminya dengan penelitian juga (jenis penelitian kualitatif), menggunakan pendekatan library research atau kajian pustaka, dengan data primernya adalah perspektif Pemikiran KH. Imaduddin Utsman Al-Bantani, dan data skundernya adalah kitab al-Syajarah al-mubarakah, kitab Tahdzhibul Ansab, kitab Nubzat Latifah fi Silsilati Nasabil Alawi, kitab Ittisalul Nasabil Alawiyyain wal Asyraf, kitab Syamsu al-dzahirah, kitab Al-Suluk, kitab Al-Raudul Jali, kitab syamsudzahirah, kitab Al-Burqat al-Musyiqoh, buku Terputusnya Nasab Habib Kepada Nabi Muhammad Saw, Buku Menakar Kesahihan Nasab Habib di Indonesia, dan karya ilmiah berupa jurnal, dan berbagai sumber lainnya, yang berkaitan dengan penelitian.

Baca juga  Rasa syukur dapat meningkatkan imunitas dan kebahagiaan

Maka hasil penelitian ini menunjukkan dalam perspektif pemikiran KH. Imaduddin Utsman Al-Bantani bahwa keturunan Ali al-Uraidli tidak ditemukan pada sumber-sumber hadis dan pada abad 3 H di mana masa hidup Ali al-Uraidli kitab nasab belum tertulis. Kitab nasab baru ada sejak abad 5 dan menurut kitab ini memang Ali al-Uraidli memiliki keturunan empat, Muhammad bin Ali, al-Hasan bin Ali, Ja’far bin Ali dan Ahmad bin Ali (Tahdzhibul Ansab karya al-Ubaidili). Dalam berbagai kitab, meskipun berbeda soal jumlah anak, namun mereka berpendapat bahwa Ali Al-Uraidli memang memiliki anak. Sedangkan anak Ali al-Uraidli yang menjadi perangkai habaib sampai Rasulullah, ada pada Muhammad al-Naqib yang memiliki anak bernama Isa. Lalu Isa memiliki anak Ahmad Muhajir dan Ahmad Muhajir memiliki anak bernama Ubaidillah. Pada Ubaidillah inilah teka-teki terjadi apakah para habib kita memang benar-benar sampai pada Rasulullah atau tidak? Kesimpulannya sementara adalah Ubaidillah sebagai anak Ahmad bin Isa itu tidak terkonfirmasi. Sebagaimana tersebutkan dalam kitab al-Syajarah al-mubarakah karangan Imam al-Fahrur Razi.

 

Oleh : Dr. Heru Siswanto, M.Pd.I

Dosen PAI-BSI (Pendidikan Agama Islam-Berbasis Studi Interdisipliner) Pascasarjana IAI Al-Khoziny Buduran Sidoarjo

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *