POIN NU Porong. Tahun politik semakin dekat, riak dan gerakan para politikus atau calon politikus sudah mulai terasa. Banyak pertanyaan apakah warga NU atau bahkan pengurus NU boleh berpolitik?
Jika melihat dari sembilan butir pedoman berpolitik warga NU yang dicetuskan pada Muktamar NU XVIII di Krapyak Yogyakarta tahun 1989 tentu warga atau pengurus NU tidak dilarang untuk berpolitik.
Lantas apa saja isi dari sembilan butir pedoman tersebut, berikut rinciannya :
- Berpolitik bagi Nahdlatul Ulama mengandung arti keterlibatan warga negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara secara menyeluruh sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945;
- Politik yang berwawasan kebangsaan dan menuju integritas bangsa dengan langkah-langkah yang senantiasa menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan untuk mencapai cita-cita bersama, yaitu terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur lahir dan batin serta dilakukan sebagai amal ibadah menuju kebahagiaan di dunia dan kehidupan di akhirat;
- Politik bagi Nahdlatul Ulama adalah pengembangan nilai-nilai kemerdekaan yang hakiki dan demokratis, mendidik kedewasaan bangsa untuk menyadari hak, kewajiban, dan tanggung jawab untuk mencapai kemaslahatan bersama;
- Dilakukan dengan moral, etika, dan budaya yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, menjunjung tinggi Persatuan Indonesia, ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia;
- Harus dilakukan dengan kejujuran nurani dan moral agama, konstitusional, adil, sesuai dengan peraturan dan norma-norma yang disepakati serta dapat mengembangkan mekanisme musyawarah dalam memecahkan masalah bersama;
- Berpolitik bagi Nahdlatul Ulama dilakukan untuk memperkokoh konsensus-konsensus nasional dan dilaksanakan sesuai dengan akhlaq al karimah sebagai pengamalan ajaran Islam Ahlussunah Waljamaah;
- Berpolitik bagi Nahdlatul Ulama, dengan dalih apa pun, tidak boleh dilakukan dengan mengorbankan kepentingan bersama dan memecah belah persatuan;
- Perbedaan pandangan di antara aspirasi-aspirasi politik warga NU harus tetap berjalan dalam suasana persaudaraan, tawadlu’ dan saling menghargai satu sama lain, sehingga di dalam berpolitik itu tetap terjaga persatuan dan kesatuan di lingkungan Nahdlatul Ulama;
- Berpolitik bagi Nahdlatul Ulama menuntut komunikasi kemasyarakatan timbal balik dalam pembangunan nasional untuk menciptakan iklim yang memungkinkan perkembangan organisasi kemasyarakatan yang lebih mandiri dan mampu melaksanakan fungsinya sebagai sarana masyarakat untuk berserikat, menyatukan aspirasi serta berpartisipasi dalam pembangunan.
Sementara itu, disela-sela muktamar NU Ke-31 di Donohudan (Solo) 2004, KH Sahal Machfudz mengkategorikan politik NU menjadi 3 bagian yakni :
- Politik Kebangsaan, tujuannya untuk membela Negara Kesatuan Republik Indonesia;
- Politik Kerakyatan, tujuannya untuk membela rakyat;
- Politik Kekuasaan, tujuannya untuk mencari kekuasaan.
Dari pemaparan sembilan butir pedoman tersebut diatas, maka sah-sah saja bagi warga Nahdlatul Ulama (Nahdliyyin) untuk terjun didalam dunia politik.
Sesuai amanat dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama atau bahkan pimpinan badan otonom sekalipun, ajakan untuk berjihad dijalur politik sudah sering kali digaungkan. Arah dan bentuk kebijakan pemerintah hanya bisa ditentukan melalui jalur politik. Oleh karena itu untuk membentuk kebijakan yang rahmatan lil alamin ala ahlussunnah wal jamaah an nahdliyah mau tidak mau kita harus terjun kedunia politik.
Ditulis ulang dari laman NU Online Pedoman Berpolitik Warga NU