Juwetkenongo. Poin NU Porong, Peringatan haul al maghfurllah kyai Kalam digelar setiap setahun sekali. Tahun ini acara haul diadakan pada Sabtu (24/09/2022). Sosok kyai Kalam sendiri merupakan salah satu pejuang Nahdlatul Ulama di wilayah Porong yang banyak memiliki andil dalam penyebaran agama Islam diwilayah Juwetkenongo. Beliau banyak menurunkan kyai-kyai besar yang salah satu diantaranya adalah KH M. Sholeh Bahruddin Kalam pendiri sekaligus pengasuh ponpes Darut Taqwa Ngalah Pasuruan.
Acara yang digelar dihalaman masjid Al Kalam desa Juwetkenongo Porong ini menarik banyak sekali para muhibbin dan dzurriyah kyai Kalam untuk hadir. Mereka datang dari berbagai wilayah Jawa Timur khususnya berasal dari Pasuruan, Madura, Sidoarjo dan sebagainya. Dihadiri ratusan jamaah, acara ini dimulai dengan khotmil Qur’an dipagi hari lalu dilanjutkan dengan lantunan sholawat di iringi musik banjari. Puncak acara di isi dengan pengajian umum oleh KH Nurkholis pengasuh ponpes Roudlotul Mubtadiin Madiun.
Turut hadir pula ketua tanfidziyah MWCNU Porong KH M Sugiono beserta jajarannya, FORKOPIMKA Porong serta pemerintah kelurahan Juwetkenongo. Dalam sambutannya pria yang akrab disapa abah Sugiono ini menyampaikan bahwa kegiatan semacam ini harus terus dilestarikan. Tujuan diadakannya haul adalah untuk senantiasa mengenang keteladanan para ulama-ulama pejuang bagi generasi muda. Beliau sangat mengapresiasi sekali dengan banyaknya pemuda serta pemudi yang turut terlibat dalam kegiatan haul ini. Masjid harus senantiasa dimakmurkan oleh pemuda pemudi agar syiar islam akan terus berkumandang. Keberlangsungan organisasi Nahdlatul Ulama juga ditentukan oleh aktif atau tidaknya peran pemuda dan pemudi.
Inti acara dilanjutkan dengan ceramah agama oleh KH Nurkholis dari Madiun. Pengasuh ponpes Roudhlotul Mubtadiin ini dalam ceramahnya menyampaikan bahwa ciri khas Nahdlatul Ulama terdiri dari 3 hal yaitu berkumpul, berdoa lalu makan. Berkumpul artinya warga NU senang sekali mengadakan perkumpulan sejenis dzikir bersama, mendoakan tetangga meninggal dunia, menyambut bayi yang baru lahir dan lain sebagainya. Dalam setiap perkumpulan akan di isi dengan acara doa bersama lalu ditutup dengan acara makan bersama sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT serta shodaqoh dari tuan rumah.
Meskipun terlihat dan terdengar biasa saja, akan tetapi secara tidak langsung warga nahdliyin merupakan pengamal sejati dari Pancasila. Beliau menuturkan “orang-orang NU itu secara tidak sadar sudah mengamalkan pancasila. Ketika berkumpul dengan tetangga, kerabat dan sanak saudara itu merupakan pengamalan sila ketiga Persatuan Indonesia. Pada saat berkumpul-kumpul pasti dipanjatkan doa berupa tahlilan, yasinan dlsb yang mana disitu ada ikrar kalimat tauhid Laa ilaha illallah, maka sesuai dengan sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa. Nah pada saat selesai acara, biasanya dibagikan makanan atau berkat kita menyebutnya secara merata dan adil. Disitu kita sudah mengamalkan sila kelima Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”.
Menurut abah Nurkholis, jika ingin menghancurkan Indonesia maka hancurkan dulu amaliah-amaliah NU. Salah satu contoh kaum wahabi mensyirikkan kegiatan semacam haul ini, maka dampaknya akan menimpa generasi muda. Mereka akan kehilangan sejarah para pejuangnya serta para pahlawan. Contoh lainnya dengan mengganggap bid’ah acara tahlilan, yasinan yang dimana disitu kita juga bersilaturahmi dengan tetangga sekitar. Maka jika tradisi ini dihilangkan maka kita akan menjadi orang yang individualis, masa bodoh dan cuek dengan lingkungan sekitar.
Selain itu, beliau juga menyampaikan bahwa jumlah pejuang di Nahdlatul Ulama sangat tidak terhitung jumlahnya meskipun sering dilupakan. Kyai-kyai yang mengajar di TPQ, menjadi imam di musholla, menjadi imam istighosah, imam tahlil merupakan contoh nyata dari pejuang di masa kini. Mereka rela tidak menerima gaji tetapi dengan penuh rasa ikhlas tetap mengajarkan ilmu agama dan secara tidak langsung juga menjadi pondasi pengamalan pancasila sesuai uraian diatas. Para pengurus NU menurut beliau juga adalah pejuang-pejuang sejati. “Menjadi pengurus NU itu tidak pernah menerima gaji, yang ada malah seringkali harus tekor. Dan yang mengherankan, kok mereka tidak ada kapok-kapoknya menjadi pengurus NU” tutur beliau yang disambut tawa hadirin.
Diakhir acara di isi materi oleh KH M. Sholeh Bahruddin Kalam yang menyampaikan bahwa pilar Negara Kesatuan Indonesia ada 4, diantaranya yaitu peran ulama dan umara’. Beliau menjelaskan bahwa peran ulama adalah membangun jiwa (mental building) masyarakat agar senantiasa mencintainya negara yakni Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sedangkan peran umara’ adalah membangun badan (physical building) yang berarti pemerintah harus membangun masyarakat dari segi fisik. Pembangunan secara mental dan fisik harus berjalan beriringan untuk mewujudkan cita-cita luhur pendiri bangsa Indonesia yaitu tercapainya masyarakat yang adil dan makmur dalam tatana Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pewarta : Abdul Hamid
Editor : Tim Poin NU Porong